Kebudayaan Jawa Tengah tidak pernah berhenti menawarkan keindahan dan keunikan di setiap daerahnya. Selalu ada sesuatu yang membuat kami takjub, sesuatu yang baru dan belum pernah kami lihat sebelumnya ketika menginjakkan kaki di setiap daerah di Jawa Tengah. Seperti saat Ramadan tahun ini, kami ingin mengulik sejarah dan kebudayaan Kota Solo. Kami menyebut perjalanan ini dengan ekspedisi ngabuburit Solo.
Ketika Ramadan datang, banyak ritual atau tradisi tertentu yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar, seperti membuat takjil dengan kuliner khas daerah atau kegiatan yang masih berhubungan dengan budaya dan tradisi daerah tersebut. Keberagaman dan kebersamaan itulah yang selalu spesial saat Ramadan tiba, dan itulah yang membuat kami ingin mencoba mengulik sisi ini di Kota Solo. Simak video perjalanan kami :
Ini cerita kami dalam rangka ekspedisi ngabuburit Solo
selama satu hari (one day trip).
Simak perjalanan kami dari awal sampai akhir ya~
Rencana sudah matang, namun kita sedikit gelisah saat membicarakan tentang transportasi. Segala macam pertanyaan selalu mengusik kita. "Mau naik apa? Nanti macet apa enggak ya?" lalu berakhir dengan keputusan bersama untuk naik kereta api saja. Tentu keputusan ini diikuti dengan peringatan "Harus bangun pagi!"
Kereta api rute Semarang-Solo hanya ada di gerbong Kalijaga dan jadwal keberangkatan pukul 9 pagi. Selain itu, sistem pembelian tiket masih on the spot alias cepat-cepat beli sebelum tiket habis terjual (belum terintegrasi secara online). Karena itu, mau tidak mau kita harus berangkat pagi subuh agar kebagian tiket. Beruntung, saat itu kita kebagian tiket dengan harga cuma 10 ribu rupiah per tiketnya. Murah meriah, kan?
Setelah perjalanan sekitar 3 jam melalui jalur kereta api, kita sampai di Kota Solo! Atmosfir kota ini langsung terasa ketika kita keluar stasiun dan mendengar orang sekitar berbicara dengan logat jawa yang medhok. Ada satu hal yang membuat kami terkejut sejenak, Stasiun Solo Balapan sudah berubah!
Sekarang ada Skybridge, semacam jembatan yang menghubungkan antara stasiun Solo Balapan ke Terminal Tirtonadi dan sebaliknya yang bisa kita lewati sekaligus melihat pemandangan Kota Solo dari atas! Skybridge ini bisa menjadi nilai plus karena lebih efisien dan lebih asyik.
Selain itu, stasiun Solo Balapan menjadi lebih bersih dan lebih cantik dengan tatanan interior yang menarik. Ditambah armada transportasi daerah, Becak, yang diperbolehkan beroperasi di dalam stasiun semakin menambah nilai kekentalan budaya Solo. Kita pun mencoba naik becak ke destinasi wisata pertama dengan sedikit tawar-menawar. Alhasil kita dapat harga 20 ribu untuk ke Gladak, kemudian dari Gladak ke Masjid Agung Surakarta dengan membayar 15 ribu. Sensasi naik becak di tengah terik matahari saat Ramadan inilah yang menjadi salah satu cerita yang tak terlupakan.
Setelah perjalanan sekitar 30 menit, sampailah kita di pusat tradisi islam di Solo, Masjid Agung Surakarta. Berdiri kokoh dan anggun di daerah Alun-Alun Utara Kota Surakarta sejak tahun 1749. Ekspedisi ngabuburit kita dimulai dari sini.
Ketika melangkahkan kaki pertama disini, kami merasakan adat keraton masih melekat di Masjid Agung saat melewati gerbang di depan. Dengan gerbang yang menjulang kokoh dan menawan seolah ingin menyambut kami untuk masuk ke dalam Masjid Agung Surakarta.
Masjid Agung Surakarta pertama kali dibangun oleh Pakubuwono III yang kemudian dilakukan renovasi berkali-kali oleh Pakubuwono berikutnya. Seperti penambahan kubah di bagian atas masjid oleh Pakubuwono IV dan membangun sebuah menara dan sebuah jam matahari untuk menentukan waktu solat oleh Pakubuwono X, serta penambahan kolam yang mengitari bangunan utama masjid oleh Pakubuwono XIII.
Saat masuk di dalam masjid, suasana cukup ramai. Tidak ada rasa gerah sekalipun saat kita berada di dalam masjid padahal terik matahari cukup menyengat siang itu. Saat kami melihat ke atas, langit-langit masjid di desain tinggi dengan ditompang kayu jati yang kuat. Menurut kita, itulah yang membuat masjid ini teduh. Silir-silir adem.
Masjid ini berdiri di atas lahan seluar hampir 1 hektare dengan mampu menampung sekitar 2.000 jamaah. Berbicara tentang desain, tidak jauh-jauh seperti gerbang depannya, di dalam juga masih terasa unsur keraton yang melekat. Masjid Agung Surakarta ini memiliki desain tempo doeloe yang membuat nyaman dan homie ketika disinggahi.
Hal menyenangkan di Masjid Agung Surakarta saat Ramadan adalah,
banyak aktifitas keagamaan yang dilakukan disini. Seperti anak-anak
kecil yang melantunkan ayat suci Al-Quran, orang-orang yang berbondong
mengambil air wudhu untuk beribadah sampai para wisatawan yang
berkeliling sekitar untuk menikmati keindahan arsitektur Masjid Agung
Surakarta ini, lalu singgah untuk beribadah. Semua tumpah ruah dalam
satu tujuan yang sama : Allah.
Setelah puas mengulik destinasi religi di Masjid Agung Surakarta, kita meneruskan untuk menggali lebih dalam kebudayaan dan sejarah kota Solo. Destinasi selanjutnya adalah tempat yang terkenal dan ikonik dari kota ini, Keraton Surakarta. Cukup ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 300 meter, kamu sudah sampai di Keraton ini dari Masjid Agung Surakarta. Namun karena kita sudah kecapekan, daripada puasa kita batal, maka kita putuskan untuk naik becak lagi~
Keraton Surakarta atau disebut juga Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta. Keraton ini didirikan oleh Pakubuwono II pada tahun 1744. Kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini, juga sebagai objek wisata di Kota Solo.
-
-
Disini ada juga museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kasunanan, termasuk pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton sampai gamelan. Sejarah Keraton Surakarta ini bisa kita pelajari disini. Kita cukup memakan waktu lama disini, karena banyak spot yang menarik dan lingkungan sekitar yang kental sekali dengan budayanya. Menariknya lagi, tukang parkir, tukang becak sampai yang jualan makanan, semua memakai batik dan blangkon.
Setelah puas, destinasi berikutnya adalah Pasar Triwindu. Ini dia destinasi yang paling saya suka. Semua barang dari yang khas Solo seperti batik Solo ataupun topeng Solo, sampai barang-barang vintage seperti teko, gelas, piring tempoe doele berjejer rapi siap untuk dibeli. Dan kamu bisa tawar-menawar disini. Kalau kamu bisa memilih barang yang bagus, bisa lho dijadikan aksesoris di rumah.
Ekspedisi ngabuburit Solo ditutup dengan kunjungan ke Museum Radya Pustaka Surakarta yang berada di daerah tengah kota. Museum Radya Pustaka memiliki koleksi yang terdiri dari berbagai macam arca, pusaka adat, wayang kulit dan buku-buku kuno. Semua budaya Solo ada di sini dan kita belajar banyak hal tentang Kota Solo. Terkadang, berwisata bukan sekadar untuk foto selfie belaka, tapi ambilah ilmu dari tempat wisata itu. Dan itulah yang kami lakukan selama ada di Museum ini.
Belum komplit rasanya kalau pergi ke Kota lain namun belum mencicipi kuliner khasnya daerah tersebut. Kuliner yang berbeda dan menjadi ciri khas Kota itu. Namun karena sedang puasa, kami memutuskan untuk membeli, kemudian memakannya nanti sewaktu buka puasa. Tentu, setelah kami membeli, kami buka bungkusnya, diabadikan lewat kamera, lalu kami minta penjualnya untuk membungkus kembali untuk dimakan nanti, hahaha.
Karena sebelumnya ekspedisi ngabuburit, maka sekarang kami menyebutnya dengan ekspedisi mencari kuliner di Solo untuk buka puasa. Selamat membaca~
1). LENJONGAN
Lokasi : Sekitar Alun-Alun Utara Surakarta
Harga : Rp. 4.000,- / Lengkap
Lenjongan adalah beberapa macam jajanan seperti tiwul, ketan putih, ketan ireng, gethuk, cenil dan lain sebagainya yang di-pincuk menjadi satu. Lalu ditaburi parutan kelapa parut dan gula jawa yang dicairkan. Satu porsi lengkap dijual seharga 4 ribu dengan tambahan bonus senyuman Ibu Suminem (Penjual) yang ramah. Ibu Suminem berkata, kalau Lenjongan yang beliau jual tidak memakai bahan pengawet dan pewarna sama sekali.
Setelah dicoba, saya suka sama perpaduan rasanya. Ada yang manis, ada yang gurih dan ada juga yang sedikit pahit yang dikombinasikan rasa kelapa parut dan gula jawa. Cocok sekali untuk menu pembuka buka puasa kami saat itu.
2). BRAMBANG ASEM
Lokasi : Alun-Alun Utara Surakarta
Harga : Rp. 8.000,- / lengkap
Satu kata saat menikmati Brambang Asem : Pedas! Brambang Asem ini menawarkan cita rasa dengan aroma khas brambang (bawang merah) yang dicampur bumbu dari kombinasi terasi, asem, cabai dan gula jawa. Satu yang membuat khas adalah : Tempe gembus sebagai pelengkap. Overall, saya suka sama Brambang Asem ini, asalkan pedasnya sedikit diturunkan.
Brambang Asem banyak dijual di sini ketika kami mengitari Alun-Alun Utara Surakarta. Kebetulan Brambang Asem ini bisa kamu temukan bersebelahan dengan Ibu Suminem, penjual Lenjongan. Beruntung, kami datang kesini langsung menemukan 2 makanan khas di Solo.
3). SOTO AYAM PAK SLAMET
Lokasi : Sekitar Keraton Surakarta
Harga : Rp. 10.000,- / lengkap
Stelah kita ngobrol-ngobrol dengan Bapak disebelah yang saat itu sedang membeli, Soto Ayam Pak Slamet ini cukup tersohor di kota Solo. Tak heran, disana ramai sekali dan mengantri cukup lama untuk mendapatkan sepiring Soto Ayam Pak Slamet. Sebenarnya kami tidak sengaja datang kesini, saat kita berkunjung ke Keraton Surakarta. Ketidaksengajaan yang menyenangkan, bukan?
Rasa soto ayam ini menurut saya enak dan gurih. Cita rasa yang paling menonjol terletak di kuahnya yang terasa dari campuran bawang putih dan kaldu ayam. Awalnya kami sedikit meremehkan soto ini, mungkin hanya seperti soto lain. Tapi kami salah menilai, soto ayam ini enak sekali dan bikin kangen. Pasti akan kesini kalau ke Solo lagi.
4). GENDAR PECEL NDESO
Lokasi : Pasar Gede Surakarta
Harga : Rp. 7.000,- / lengkap
Gendar Pecel Ndeso merupakan inovasi dari olahan pecel sayur, yang ditambah dengan gendar. Apa itu gendar? Gendar itu semacam lontong namun teksturnya lebih kenyal dan lebih gurih. Kata Ibu Sri, yang berjualan Gendar Pecel ini, Kuliner ini sudah jarang disini dan cuma ada beliau yang menjual di Pasar Gede. Beliau bilang, mungkin karena proses pembuatan gendar yang cukup merepotkan. Setelah kami coba Gendar Pecel ini untuk menu buka puasa, saya sendiri suka dengan kombinasi makanan ini. Terasa manis, gurih dan asin menyatu jadi satu.
Setelah serangkaian perjalanan di Kota Solo kami berdua menemukan satu hal yang berarti bagi kami : Keindahan dari keberagaman saat Ramadan. Cukup dengan satu hari saja, kami telah dibuat jatuh cinta dengan Kota ini, tentang masyarakatnya yang ramah dan santun, tentang budaya dan adat istiadat yang hidup berdampingan dengan jaman yang sudah serba teknologi dan segala macam tentang Solo yang membekas bagi kita berdua.
Pesona Kota Solo saat Ramadan
menyimpan serangkaian cerita yang
tak terlupakan bagi kami.
Tentang budaya, kearifan lokal dan keberagaman Indonesia.
--
Tulisan ini diikutan sertakan dalam lomba blog Pesona Ramadan Jawa Tengah yang diadakan oleh GenPI Jateng
--
Tulisan ini diikutan sertakan dalam lomba blog Pesona Ramadan Jawa Tengah yang diadakan oleh GenPI Jateng
Jadi pengen tuh ketan itemnya 😅
BalasHapusBeli kak, disana banyak yang jual. Kalo di Semarang kayaknya juga ada tp jarang
HapusEnak-enak semua jajanannya Ko. Ketemu lagi sama mbah-mbah yang pake kemben nggak di sana?
BalasHapusIya enak mbak, aku suka. Sayangnya enggak ketemu mbah-mbahnya
HapusMenarik ya kota Solo. Tp tau ga sih bedanya surakarta sm solo? 😂
BalasHapusIya mam. Sama sih mam, tapi kalo Surakarta lebih ke arah pemerintahannya
HapusHalo mas, saya suka sama kampung halamannya mas haha. Sipp makasih mas, aku catet kalo mau kesana lagi besok :D
BalasHapusJadi kangen Solo....kangen kulinerannya...enak2 kabeh.
BalasHapusKulinernya oke punya yah Mas.
BalasHapusBTW, itu jam mataharinya masih berfungsi dan dipakai tidak?? Penasaran
Solo memang tidak ada tandingannya luar biasa
BalasHapus